Sabtu, 18 Juli 2009

(pengennya) manusia setengah dewa

Semakin lama saya terjebak dalam dunia kedokteran semakin saya tidak mengerti. Bukan tentang ilmunya, ilmu kedokteran sangat mudah untuk dimengerti walaupun saya tetap terjebak dalam ketidak-mengertian hahaha.. tapi sudahlah toh saat ini saya tidak akan membahas ketidak mengertian saya tentang itu, karena jika saya membahasnya sendirian qta semua akan menemukan jalan buntu dan semua orang akan ikut tersesat kesana.

Satu judul konfrensi kedokteran dan etika yang sempat saya baca 3 tahun yang lalu dan masih menempel dikepala, menirukan lagu Serieus Band tagline itu berbunyi “Dokter juga manusia”. Sebuah konfrensi yang membahas bahwa dokter sama seperti profesi lainnya, bahasa blak-blakannya dokter juga bias salah dan melakukan kesalahan. Itu jeritan hati dan pembelaan para pendahulu saya yang sudah jadi dokter. Sayangnya sebagai mahasiswa kedokteran kami tidak bias memakai jargon itu, kami tidak ditempa sebagai manusia biasa, hwahaha berlebihan memang bahasa saya.
Mahasiswa kedokteran tidak boleh sakit. Sial banget ga nih?! Manusia mana yang ga bisa sakit? Eh salah kata-kaya saya berlebihan tampaknya. Mahasiswa kedokteran tidak boleh sakit yang menyebabkan dia tidak masuk lebih dari satu setengah hari. Saya yakin ada yang janggal dari kata-kata tadi. Satu setengah hari? ya kami menggunakan system absensi pagi dan sore, jadi kalau genap bolong dua hari kami harus mengulang. Jadi silahkan pilih, saat anda

Demam berdarah dan harus disuplai cairan, anda harus memilih antara nyawa anda atau mengulang
Typhoid dan harus bedrest, anda harus memilih antara perforasi atau mengulang
Kecelakaan motor, patah tulang dan operasi, anda harus memilih antara istirahat atau mengulang.

Begitulah para pendahulu kami yang mengadakan konfrensi Dokter juga manusia membuat peraturan bagi kami. Jadi jangan heran bila ada mahasiswa yang datang diskusi dengan tiang infuse. Atau memilih dirawat dalam rumah sakit tempat dya kuliah agar bisa keluar dan stase dengan menyeludupkan botol infuse didalam tasnya. Atau pulang paksa dari dumah sakit dan bergerak keliling rumah sakit dengan resiko perforasi usus.
Begitulah kami diperlakukan, saat para pendahulu kami meneriakan dokter juga manusia, kami diharapkan menjadi dewa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar